Selasa, 04 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Sistem Kardiovaskuler

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEGAWAT DARURATAN SISTEM KARDIOVASKULER AKIBAT DISRITMIA DAN GANGGUAN KONDUKSI


Pendahuluan
Stimulasi irama jantung bermula dari nodus SA di dinding atrium kanan dekat muara vena kava superior. Menyebar seluruh dinding atrium dan sampai ke nodus AV terletak di dasar atrium kanan diatas katup trikuspidalis. Stimulasi diteruskan melalui berkas his dan membagi 2 jaras menuju miokard ventrikel melalui serat purkinje.

Depolarisasi miokard atrium digambarkan sebagai gelombang P pada EKG dan perlambatan di nodus AV terrekam sebagai interval PR. Depolarisasi miokard ventrikel digambarkan sebagai gelombang QRS dan disusul proses repolarisasi kedua ventrikel terrekam sebagai gelombang T.
Disritmia dapat diketahui dari gambaran irama dan morfologi EKG.
Pada akhir perkuliahan ini diharapkan mahasiswa adakan dapat :
1. Menjelaskan pengertian disritmia dan gangguan konduksi.
2. Menyebutkan klasifikasi disritmia.
3. Menjelaskan penanggulangan kegawat daruratan jantung (disritmia).
4. Merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan disritmia.
5. Menyusun rencana keperawatan klien dengan disritmia.
Pengertian.
Disritmia adalah suatu kelainan ireguler dari denyut jantung yang disebabkan oleh pembentukan impuls yang abnormal dan kelainan konduksi impuls atau keduanya.
Aritmia sinus
Tanpa disertai bradikardia sinus.
Gangguan struktur tachicardia sinus
Jantung prematur arterial
Ventricular beats

Disritmia tachiaritmia / SVT
Fibrilasi ventrikel.
Kelainan organik Flutter
Struktur jantung fibrilasi atrial
AV block derajat 1 & 3
Kegawat daruratan jantung.
1. Takiaritmia / SVT
Supraventrikular Takiaritmia terjadi karena adanya faktor reentri impuls pada SA node / atrium. Tekan karotid & manuver valsava dapat memperlambat denyut jantung.
SVT dapat diketahui dengan perubahan gelombang P:
50 % terjadi gel. P menghilang & terbenam dalam QRS atau retrograde gelombang.
10 - 30 % terjadi anterograde atau polimorf gel. P, reentri pada AV node.
5 - 10 % terdapat reentri SA node yaitu intra arterial reentri yang ditandai dengan gelombang p anterograde.
Sisanya adalah intra aterial reentri ditandai dengan bifasik gelombang P.

2. Fibrilasi ventrikuler.
Adalah sebagian depolarisasi ventrikel yang tidak efektif, cepat, tak teratur. Ini terjadi karena iskemik, infark miokard, manipulasi kateter dan karena sengatan listrik. Disritmia ventrikel merupakan permulaan dari fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel ditandai dengan perpanjangan interval Q - T dan HR 150 - 2000 X / menit atau bahkan lebih. Fibrilasi ventrikel merupakan penyebab kematian tiba-tiba bila resusitasi tidak dilakukan segera.

3. Flutter.
Sering dikenal dengan flutter arterial karena flutter ventrikel biasanya mengikuti setengahnya seperti perbandingan 2 : 1. 3 : 1 & 4 : 1. Flutter merupakan irama ektopik atrium cepat dengan frekuensi 250 - 350 X / menit. Frekuensi cepat menimbulkan gelombang EKG seperti gigi gergaji atau picket fence. Gelombang flutter secara parsial tersembunyi didalam QRS atau gelombang T. penyebab flutter adalah jantung koroner, cor-pulmonarle dan jantung reumatik. Jika frekuensi ventrikel cepat, dilakukan masase sinus karotid (stimulasi / manuver vagal) yang akan meningkatkan derajat block AV.

4. Fibrilasi aterial.
Sebagai gangguan irama ektopik atrium yang cepat dengan frekuensi atrium 400 - 650 X / menit. Respon ventrikuler biasanya 140 - 170 X / menit atau tergantung kondisi AV junction. Penyebabnya adalah CHF, RHD, Post op jantung terbuka dengan kelainan paru, penyakit otot atrium dan distensi atrium dengan penyakit nodus sinus. Fibrilasi menyebabkan CO berkurang dimana HR cepat mengakibatkan berkurangnya pengisian ventrikel dan hilangnya efektifitas kontraksi atrium.

5. AV Block derajat 1 sampai 3
Heart block merupakan suatu keadaan gangguan konduksi di AV node dan interval PR adalah waktu yang dibutuhkan oleh impuls listrik untuk menjalar dari atrium ke AV node - bundle his - cabang ventrikel. Interval PR normal berkisar (0,12 - 0,20 detik).
AV Block derajat 1
Terjadi perpanjangan interval PR yaitu > 0,20 detik sampai 0,24 detik, tetapi setiap gelombang P masih diikuti kompleks QRS. Gangguan terjadi pada konduksi proksimal bundle his yang disebabkan oleh intoksikasi digitalis, peradangan, degenerasi dan variasi normal.
Biasanya tidak membutuhkan terapi apa-apa.
AV Block derajat 2
Dibagi dalam 2 type yaitu :
a. Mobitz type 1 ( wenckebach block)
Wenckebach block merupakan perpanjangan interval PR yang progresif kegagalan impuls yang intermiten sehingga impuls tidak dapat sampai ventrikel akhirnya kompleks QRS tidak muncul. Mobitz type 1 ini terjadi karena blokade impuls di proksimal bundle his oleh karena penekanan vagal reflek, digitalis dan iskemik miokard sampai gangguan haemodinamik.
b. Mobitz type 2
Yaitu merupakan berkurangnya denyut ventrikel (dropped beat) tetapi interval PR tetap sama. Kekurangan denyut ventrikel bisa tidak teratur dan blokade terjadi pada distal bundel his. Penyebabnya adalah IMA, miokarditis dan degeneratif. Mobitz type 2 sering menimbulkan serangan sinkope dan membutuhkan pemasangan pace maker.
AV Block derajat 3
Ini adalah bentuk blokade jantung yang komplit yaitu tidak adan impuls atrium yang mencapai ventrikel sehingga ventrikel berdenyut sendiri berasal dari nodus ventrikel sendiri. Gambaran EKG memperlihatkan gelombang P teratur dengan frekuensi 60 - 90 X / menit, sedangkan kompleks QRS mempunyai frekuensi 40 - 60 X / menit. Penyebabnya adalah degenerasi, IMA, peradangan, intoksikasi, infark sering terjadi sementara. Bila blokade menetap perlu pemasangan pace maker permanen. Type ini dapat menyebabkan sinkope, kelelahan, sesak dan angina pada orang tua karena gangguan haemodinamik.

Komponen Penangulangan Kegawatdaruratan.
1. Komponen luar RS (Pra RS) .
Meliputi ketenagaan.
Transportasi
Komunikasi
2. Komponen dalam RS (Intra RS), meliputi:
Melakukan resusitasi dan life support.
Melakukan referal klien sesuai kondisi dan kemampuan.
Penampungan dan penangulangan.
Melakukan komunikasi.
Menangulangi "True & False Emergency" baik medical / surgical.

Komponen pra rumah sakit.
Dx. Keperawatan:
Gangguan oksigenasi r/ CO menurun d.d. sinkope, sesak, kelelahan dan angina.
Rencana Keperawatan:
Tujuan : Oksigenasi ke otak baik.
Kriteria : Kesadaran komposmentis
Klien tidak gelisah.
Dapat merespon dengan baik.
Orientasi (place, person, time) baik.
Intervensi :
Letakkan penderita terlentang dengan alas rata.
Posisi kepala lebih rendah dari anggota badan.
Segera cari bantuan : a. Mengamankan penderita.
c. hubungi ambulance 118
d. hubungi tim emergency RS terdekat.
e. Menertibkan masyarakat.
Bila henti jantung dan napas dilakukan resusitasi.
Pindahkan korban ke motor / ambulance, penderita tetap dalam keadaan rest.
Pertahankan komunikasi dengan tim emergency (critical care) dengan menginformasikan keadaan penderita.

Komponen intra rumah sakit.
Dx. Keperawatan:
Gangguan Oksigenasi r/ CO menurun ec. Supraventrikular takiaritmia dd. Gelombang P neg. di lead II, III dan AVF dan takikardia yang diikuti perubahan gelombang P.
Rencana Keperawatan:
Tujuan : Oksigenasi adekuat.
Kriteria : Kesadaran komposmentis.
irama jantung ritmis.
CRT
Gelombang P dalam batas normal.
Orientasi (place, person, time) baik.
PH (7,35 - 7,45)
PaCO2 (35 mmHg - 45 mmHg)
BE ( -2mEq/L s/d +2mEq/ L)
PaO2 (80 - 100 mmHg).
SaO2 (95 - 100 %)

Intervensi Rasional
Th. Keperawatan:
Letakkan posisi terlentang kepala lebih rendah dari anggota badan.

Berikan oksigen 2 - 4 liter / menit dengan kanula nasal.

Stimulasi vagal dengan masage karotid.

Lakukan valsaval manuver.

Berikan cairan fisiologis melalui IV cateter.

Observasi Monitoring:
Pemantauan jantung kontinue dengan EKG

Monitor keadaan haemodinamik (TD, HR, RR, T)

Observasi fungsi ginjal( jumlah urine)

Tentukan efek disritmia (sesak, kelelahan dan kesadaran)

Evaluasi frekuensi, bentuk dan kompleksitas gelombang P.


Health Education:
Jelaskan klien tentang keadaan lebih baik dari sebelumnya.


Berikan support / motivasi.
Jelaskan pentingnya istirahat / rest.



Kolaborasi:
Pemberian penghilang faktor penyebab.
Pemberian adenosis

Pemberian digitalis / inotropik (verapamil, digoksi, beta bloker)
Darah membawa O2 akan menuju daerah yang lebih rendah karena faktor gravitasi.
Memfasilitasi difusi secara maksimal dengan tekanan dan volume O2 yang optimal.
Menstimulasi vagal akan mendapatkan respon bradikardia.
Valsaval punya respon bradikardia ventrikel.
Fluid fisiologis untuk jaga terjadinya hipotensi dan program therapi.

Mengetahui irama jantung tiap waktu sehingga as. Dapat ditentukan.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya dan ketetapan Terapi.
Penurunan jumlah berat blood flow ke renal nurun dan perfusi menurun.
Untuk menentukan tindakan yang tepat dan terapi yang cocok sesuai keadaan.
Gelombang P yang tenggelam pada QRS / mendahului gelombang T menunjukan keracunan digitalis.

Ketenagan dapat memperbaiki respon ritme jantung sehingga efek terapi dapat dipantau secara baik.
Dukungan berefek kooperatif.
Mengerti tentang rest akan berefek pada penguranagan beban jantung.


Menghentikan digitalis dapat memperbaiki ritme.
Adenosi memperlambat konduksi AV.
Digitalis / inotropik diberikan pada penyebab iskhemik / reumatik jantung.

Dx. Keperawatan:
Ansietas r/ ancaman kehidupan ec. Supraventrikular takikardia dd. Klien merasa akan mati, jantung berdebar-debar, denyut ventrikular prematur, disritmia.
Rencana Keperawatan:
Tujuan : Klien tidak cemas (koping efektif).
Kriteria : Klien percaya diri
Wajah cerah.
Klien tidak bertanya tentang kematian / bertanya seperlunya.
Denyut jantung ritmis, tidak berdebar-debar.
Tidak tampak kebingunngan.

Intervensi Rasional
Th/ Keperawatan:
Ciptakan hubungan trust

Gunakan teknik komunikasi yang terapeutik.

Observasi / monitoring:
Kaji tingkat kecemasan.

Monitoring vital sign

Amati perilaku non verbal klien.

Health education:
Ajarkan keluarga untuk beri dukungan

Motivasi mengambilan keputusan yang tepat.

Jelaskan keadaan penyakit klien.

Jelaskan lingkungan ruangan IGD / IRD

Kolaborasi:
Pemberian sedasi.
Percaya memfasilitasi kooperatif
Komunikasi yang terapeutik dapat menimbulkan kepuasan dan mendukung kesembuhan.

Menentukan tindakan selanjutnya.
Menentukan tindakan selanjutnya.
Non verbar bahavior ad respon kondisi psikologis.

Interval keluarga sangat membantu penurunan kecemasan.
Koping efektif dapat mendukung tercapainya asuhan keperawatan.
Tingkat pengetahuan menurunkan tingkat kecemasan.
Mengetahui keadaan lingkungan IGD dapat memfasilitasi menurunkan rasa cemas.
Sedtive menurunkan aktivitas proses respon stimuli.

Dx. Keperawatan:
Knowledge deficit r/ kurangnya informasi tentang tindakan dd. Klien bertanya apa yang akan dilakukan pada dirinya serta efek tindakan di instalasi rawat darurat.
Rencana Keperawatan:
Tujuan : mempunyai kemampuan pengetahuan tentang Tindakan di instalasi rawat darurat.
Kriteria : Klien menggambarkan mengapa dibawa ke IRD
Klien menggambarkan program tindakan penyakitnya.
Klien menjelaskan kembali ttg. Tindakan di IRD

Intervensi Rasional
Th/ Keperawatan:
Pertahankan hub. Trus

Observasi / monitoring:
Evaluasi pemahaman klien.

Kaji tingkat pengetahuan ttg. Tindakan di IRD.
Catat semua respon klien.

Tanyakan kembali ttg mengapa di bawa ke IRD
Health education:
Libatkan keluarga dalam proses penyuluhan.
Beri gambaran seluruh tindakan di IRD.
Gunakan teknik komunikasi yang sesuai.

Beri gambaran ttg. Keadaan penyakitnya sampai dibawa ke IRD.
Jelaskan semua tindakan di IRD
Kepercayaan memfasilitasi di terimanya pengetahuan

Menentukan tindakan selanjutnya
Memudahkan mengawali penyuluhan ttg. IRD.
Membantu menentukan tindakan yang diberikan.
Mengetahui pengetahuan klien ttg. Penyakitnya.

Keterlibatan keluarga sangat mendukung tercapainya trust.
Meningkatkan pengetahuan ttg. Tindakan di IRD.
Teknik komunikasi yang tepat dapat membantu penyembuhan klien.
Meningkatkan pengetahuan ttg. Penyakit klien / pasien.

Pemantapan akan menguatkan daya ingat klien ttg. Tindakan di IRD.

Dx. Keperawatan:
Gangguan oksigenasi r/ CO menurun ec. Fibrilasi ventrikuler dd. Takikardia ventrikel yang aritmia, denyut ventrikuler prematur, EKG terjadi fenomena R on T
Rencana Keperawatan:
Tujuan : oksigenasi adekuat.
Kriteria : Komposmentis
Irama jantung ritmis.
CRT
Gel. QRS & T dalam batas normal.
Orientasi (place, person, time ) baik

Intervensi:
Th. Keperawatan:
Letakkan posisi terlentang kepala lebih rendah dari anggota badan.
Berikan oksigen 2 - 4 liter / menit dengan kanula nasal.
Berikan cairan fisiologis melalui IV cateter.
Observasi / monitoring:
Pemantauan jantung kontinue dengan EKG.
Monitor keadaan hemodinamik (TD, HR, RR, T)
Observasi fungsi ginjal (jumlah urine)
Tentukan efek disritmia (sesak, kelelahan dan kesadaran)
Evaluasi fenomena R on T
Health education :
Jelaskan klien tentang keadaan lebih baik dari sebelumnya.
Berikan support / motivasi.
Jelaskan pentingnya istirahat / rest.
Kolaborasi :
Pemberian penghilang faktor penyebab.
Pemberian lidokain dengan prokainamid (bila akut)
Pemberian agen antiaritmia untuk terapi kronis quinidin dan amiodoran.
Jika kalium serum rendah dapat dikoreksi pemberian kalium.
Jika disritmia karena intoksikasi digitalis. Digitalis dapat dihentikan akan memperbaiki keadaan.

Dx. Keperawatan:
Gangguan oksigenasi r/ CO menurun ec. Flutter atrial dd. Frekuensi atrium cepat diikuti ventrikel
Dx. Keperawatan:
Gangguan oksigenasi r/ perfusi tidak adekuat, penurunan curah jantung ec. Fibrilasi atrial
Dx. Keperawatan:
Gangguan oksigenasi r/ perfusi jaringan tidak adekuat, penurunan curah jantung ec. AV Block derajat 1 & 3

POTENSIAL AKSI OTOT JANTUNG
Jantung merupakan organ penting dengan mempunyai sepesialisasi ototnya, yaitu:
Eksitasi sendiri.
Durasi dari potensial aksi lebih lama 100 mt.
Periode kekerasan otot lebih lama.
Kontraksi selalu lebih kuat dan cepat.
Otot jantung saling berkaitan (gap junction)

Dalam eksitasi mengakibatkan otot mampu memendek, menebal dan memberikan desakan pada ruang jantung sehingga darah dipompakan ke seluruh tubuh  5000 ml/mt.

Peran Actin & miosin filamen:
Actin su/ mol protein berbentuk buah pir dengan diameter 4 nm.
Myosin su/ mol protein bentuk memanjang ( 160 nm) mempunyai kepala di ujungnya disebut myosin head.

Energy contraction.
ATP ADP + Phosphate + Energy
1. Relaxed Muscle myopsin head mengambil energi
2. Attachment dengan penambahan Ca + + ions energi dihubungkan
ke actin.
3. Power stroke interaksi actin + myosin mengakibatkan pembebasan
energi
4. Rigor komplex tidak adanya ATP.
5. Release myosin head mulai mengambil energi dan otot jadi
lunak

Asuhan Keperawatan Kegagalan Pernapasan Pada Hematotorak, Ventilator Mekanik

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEGAGALAN PERNAPASAN PADA TORAKOTOMI AKIBAT HEMATOTORAK YANG DIPASANG VENTILATOR MEKANIK


1. Pengertian
Hematotorak adalah adanya darah pada rongga pleura (Reksoprodjo S, 1995).
Torakotomi adalah tindakan life saving untuk menhentikan kelainan yang terjadi karena pendarahan (Reksoprodjo, S, 1995).
Gagal pernapasan akut (GPA) adalah tidak berfungsinay pernapsan pada derajad dimana pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah secar adekuat ( Hudak and Gallo, 1994).

2. Patofisiologi dikaitkan dengan perubahan kebutuhan dasar manusia.

Kecelakaan Lalulintas

Menyebabkan ruda paksa tumpul pada toraks dan abdoment.
Diikuti dengan patah tulang tertutup.

Trauma torak (Hematotorak) Trauma abdoment Patah tulang

Pendarahan jaringan interstitium, Pendarahan Intra alviolar, kolaps arteri dan kapiler, kapiler kecil, hingga tahanan periver pembuluh darah paru naik , aliran darah menurun.


HB turun, sesak napas nyeri dada, pergerakan napas pendek


1. Gangguan pertukaran gas.
2. Pola pernapasan tidak efektif


Kompensasi untuk mengurangi nyeri pasien berbaring dan takut bergerak, takut ngantuk.


Reflek batuk menurun.


3. Pembersihan jalan nafas tidak efektif. Pecahnya usus sehingga terjadi pendarahan


Vs : T  , t , DN 


4. Hipertermi
5. Resiko defisit volume cairan


Nyeri tekanan +, defance muskular +, suara bising usus -, kembung.


6. Gangguan rasa nyaman (nyeri).
7. Gangguan pola pernapasan.


Terputusnya / hilangnya kontinuitas dari struktur tulang.


Nyeri gerak, deformitas, krepitase.


Gerakan abnormal di lokasi patah tulang


8. Gangguan mobilitas

3. Data fokus
3.1 Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas
3.2 Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur, tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop
3.3 Integritas : ketakutan dan gelisah
3.4 Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
3.5 Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri
3.6 Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal, perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal).
Kulit pucat, sianosis, berkeringat
Penggunaan ventilator mekanik
3.7 Keamanan : riwayat trauma

3. Pemeriksaan diagnostik :
3.1 Sinar x dada menyatakan adanya akumulasi cairan
3.2 Analisa gas darah : PaCO2 meningkat > 45, PaO2 menurun
3.3 Kadar Hb menurun
3.4 Volume tidak menurun
3.5 Kapasital vital paru menurun

4. Prioritas keperawatan :
1. Meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi secara adekuat
2. Mencegah komplikasi
3. Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan

5. Rencana keperawatan
5.1 Diagnosa keperawatan : pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan rasio O2 dan CO2.
Data : perubahan frekuensi nafas, retraksi interkostal, penurunan vital kapasitas paru, takipnea atau henti nafas bila ventilator dihentikan, sianosis, penurunan PO2 45, peningkatan saturasi oksigen, gelisah
Tujuan keperawatan : Pola pernapasan efektif melalui ventilator tanpa adanya penggunaan otot bantu pernapasan
Kriteria hasil : Saturasi oksigen normal, tidak ada hipoksia, kapasital vital normal, tidak ada sianosis
Rencana tindakan :
1. Selidiki penyebab gagal pernapasan, rasional pemahaman tentang penyebab kegagalan pernapasan penting untuk memberikan perawatan.
2. Observasi pola napas dan catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan spontan dan napas ventilator, rasional pasien dengan pemasanagn ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi dan pasien berupaya memperbaiki kekurangan oksigen dengan peningkatan pola pernapasan sehingga frekuensi meningkat.
3. Auskultasi dada secara periodik, catat bila ada kelainan bunyi pernapasan. Rasional : Memberikan informasi tentang adanya obsturksi jalan nafas, perubahan simetrisitas dada menunjukkan tidak tepatnya letak selang endotrakeal.
4. Jumlahkan pernapasan pasien selama 1 menit penuh dan bandingkan untuk menyusun frekuensi yang diinginkan ventilator. Rasional : Pernapasan pasien cepat menimbulkan alkalosis respiratorik, sednagkan pernapasan pasien lambat menimbulkan asidosis ( peningkatan PaCO2)
5. Kembangkan balon selang endotrakeal dengan tepat menggunakan tehnik hambatan minimal, periksa pengembangan tiap 4 jam. Rasional : balon harus tepat mengembang untuk meyakinkan ventilasi adekuat sesuai volume tidak yang diinginkan
6. Periksa selang bila ada sumbatan/lipatan. Rasional lipatan selang menghambat aliran volume udara adekuat. Adanya air memungkinkan tumbuhkan kuman sehingga pencetus terjadinya kolonisasi kuman.
7. Periksa fungsi alarm ventilator. Rasional : ventilator mempunyai berbagai alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya adanya penurunan tekanan gas, saturasi oksigen, rasio inspirasi dan ekspirasi dsb.
8. Bantu pasien dalm kontorl pernapasan bila penyapihan diupayakan. Rasional melatih pasien untuk bernapas secara lambat denga cara nafas abdomen dan penggunaan tehnik relaksasi sehingga fungsi pernapasan bisa maksimal.
9. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah sesuai pesanan. Rasional untuk mengetahui keberhasilan pemberian bantuan napas.
10. Kaji volume tidal. Rasional untuk menentukan jumlah udara inspirasi dan ekspirasi
11. Awasi rasio inspirasi den ekspirasi. Rasional : fase ekspirasi biasanya 2 kali panjangnya dari kecepatan inspirasi.

5.2 Diagnosa keperawatan : tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk efektif.
Data : Perubahan frekuensi nafas, sianosis, bunyi nafas tidak normal (stridor), gelisah
Tujuan keperawatan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas bersih tanpa ada kelainan bunyi pernapasan.
Kriteria hasil : Tidak ada stridor, frekuensi napas normal
Rencana keperawatan :
1. Observasi bunyi nafas. Rasional : obstruksi disebabkan adanya akumulasi sekret, spasme bronkus, perlengketran muskosa, dan atau adanya masalah terhadap endotrakeal.
2. Evaluasi gerakan dada. Rasional : gerakan dada simetris dengan bunyi nafas menunjukkan letak selang tepat. Obstruksi jalan nafas bawah menghasilkan perubahan bunyi nafas seperti ronkhi dan whezing.
3. Catat bial ada sesak mendadak, bunyi alarm tekanan tinggi ventilator, adanya sekret pada selang. Rasional : pasien dengan intubasi biasanya mengalami reflek batuk tidak efektif.
4. Hisap lendir, batasi penghisapan 15 detik atau kurang, pilih kateter penghisap yang tepat, isikan cairan garam faali bila diindikasikan. Gunakan oksigen 100 % bila ada. Rasional : penghisapan tidak harus ruitn, dan lamanya harus dibatasi untuk mengurangi terjadinya hipoksia. Diamter kateter
5. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi. Rasional untuk meningkatkan ventilasi pada semua segmen paru dan untuk drainage sekret.
6. Berikan bronkodilator sesuai pesanan. Rasional untuk meningkatkan ventilasi dan mengencerkan sekret dengan cara relaksasi otot polos bronkus.

5.3 Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan tidak efektifnya bersihan oral.
Tujuan keperawatan : Pasien mampu menunjukkan kesehatan mukosa mulut dengan tepat tanpa adanya tanda peradangan.
Kriteria hasil : Tanda peradangan mukosa mulut tidak ada, mulut bersih dan tidak berbau.
Rencana tindakan :
1. Observasi secara rutin rongga mulut, gigi, gusi terhadap adanya luka atau pendarahan. Rasional : identifikasi dini memberikan kesempatan untuk pencegahan secara tepat.
2. Berikan perawatan mulut secara rutin. Rasional : Mencegah adanya luka membran mukosa mulut dan menurunkan media pertumbuhan bakteri dan meningkatkan kenyamanan.
3. Ubah posisi selang endotrakeal sesuai jadual. Rasional : menurunkan resiko luka pada bibir dan membran mukosa mulut.
4. Berikan minyak bibir. Rasional: mempertahankan kelembaban dan mencegah kekeringan.
5.4 Diagnosa keperawatan : perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan kemampuan mencerna.
Data : penurunan berat badan, tonus otot lemah, peradangan pada mulut, bunyi usus lemah.
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi cukup
Kriteria hasil : berat badan naik, albumin serum normal, tonus otot kuat
Rencana keperawatan :
1. Evaluasi kemampuan makan. Rasional : pasien dengan selang endotrakeal harus terpenuhi kebutuhan makannya melalui parenteral atau selang makan.
2. Observai penurunan kekuatan otot dan kehilangan lemak subkutan. Rasional : penurunan jumlah komponen gizi mengakibatkan penurunan cadangan energi pada otot dan dapat menurunkan fungsi otot pernapasan.
3. Timbang berat badan bila memungkinkan. Rasional untuk mengetahui bahwa kehilangan berat badan 10 % merupakan abnormal.
4. Catat masukan oral bila memungkinkan
5. Berikan masukan cairan sedikitnya 2500 cc/ hari. Rasional : untuk mencegah adanya dehidrasi.
6. Awasi pemeriksaan laboratorium : serum, glukosa, dan BUN/kreatinin. Rasional : memberikan informasi tentang dukungan nutrisi adekuat atau tidak.

5.5 Diagnosa keperawatan : resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
Tujuan keperawatan : pasien menunjukkan tidak terdapat adanya tanda infeksi selama perawatan.
Kriteria hasil : daya tahan tubuh meningkat, diff. Count normal, penurunan monosyt tidak ada, lekosit normal : >10.000/mm
Rencana keperawatan :
1. Catat faktor resiko terjadinya infeksi. Rasional : faktor yang menyebabkan adanya infeksi antara lain; malnutrisi, usia, intubasi, pemasangan ventilator lama, tindakan invasif. Faktor ini harus dibatasi/diminimalkan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional untuk mengurangi sekunder infeksi
3. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Rasional, membantu peningkatan daya tahan tubuh.
4. Kolaborasi dengan pemberian antibitika sesuai pesanan. Rasional : untuk membunuh dan mengurangi adanya kuman.
5.6 Diagnosa keperawatan : resiko tinggi disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan ketidak mampuan untuk penyapihan.
Tujuan perawatan : pasien mampu aktip untuk berpartisipasi dalam proses penyapihan.
Kriteria hasil : tanga gagal nafas tidak ada
Rencana keperawatan :
1. Kaji faktor fisik dalam proses penyapihan : vital sign. Rasional : penyapihan adalah kerja keras, peningkatan suhu indikasi peningkatan kebutuhan oksigen 7 %, takikardia dan hipertensi menandai jantung kerja keras dalam bekerja sehingga penyapihan tidak diperbolehkan, stres dalam penyapihan mengurangi stamina sehingga daya tahan tubuh menurun.
2. Tentukan persipan psikologis. Rasional : penyapihan menimbulkan stress.
3. Jelaskan tehnik penyapihan. Rasional : membantu pasien untuk siap mengadapi penyapihan.
4. Berikan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional : memaksimalkan energi untuk proses penyapihan.
5. Catat kemajuan pasien. Rasonal : untuk mengetahui perkembangan dalam proses penyapihan.
6. Awasi respons terhadap aktivitas. Rasional : kebutuhan oksigen berlebih bila aktifitas berlebih.
7. Kaji foto dada dan analisa gas darah. Rasional : saturasi oksigen harus memuaskan dengan cek analisa gas darah, FIO2


Daftar pustaka

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Asuhan Keperawatan Kelainan jantung Bawaan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KELAINAN JANTUNG BAWAAN
ASD, VSD, KOARTASIO AORTA DAN BRONCHOPNEMONI


I. PENGERTIAN
1. ASD ( Atrial Septum Defek) adalah kelainan jantung bawaan akibat adanya lubang pada septum interatrial. Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
a. ASD Sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovallis.
b. ASD Primum, bila lubang terletak didaerah ostium primum (termasuk salah satu bentuk defek septum atrioventrikulare).
c. Defek sinus venosus, bila lubang terletak didaerah venosus (dekat muara vena kava superior dan inferior).

2. VSD (Ventrikulare Septum Defek) adalah suatu keadaan dimana ventrikel tidak terbentuk secara sempurna sehingga pembukaan antara ventrikel kiri dan kanan terganggu, akibat darah dari bilik kiri mengalir kebilik kananpada saat sistole.
Besarnya defek bervariasi mulai dari ukuran milimeter (mm) sampai dengan centi meter (cm), yaitu dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
a. VSD kecil : Diameter sekitar 1 – 5 mm, pertumbuhan anak dengan kadaan ini masih normal walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernafasan.
b. VSD besar / sangat besar : Diameter lebih dari setengah dari ostium aorta, tekanan ventrikel kanan biasanya meninggi.

3. KOARTASIO AORTA adalah kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan didekat percabangan arteri subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal duktus arteriousus battoli.

4. BRONCHOPNEMONIA
Pnemoni adalah proses inflamasi pada parenkin paru
Bronchopnemoni adalah proses dari pnemoni yang dimulai dari bronkus dan menyebar kejaringan paru sekitarnya, hal ini menyebabkan adanya gangguan ventrikel
II. ETIOLOGI
1. Kelainan Jantung Bawaan : ASD, CSD, KOARTASI AORTA
Penyebab utama secara pasti tidak diketahui, akan tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya penyakit ini yaitu : Pada saat hamil ibu menderita rubella, ibu hamil yang alkoholik, usia ibu saat hamil lebih dari 40 tahun dan penderita IDDM.
2. Bronchopnemoni
Beberapa agent penyebab terjadinya Bronchopnemoni yaitu :
Protozoa (pnemoni cranii)
Bakteri
Vival atau jamur pnemoni

III. PATHOFISIOLOGI
1. VSD ( Ventrikel Septum Defek ) :
Adanya defek pada ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan dengan resistensi pulmonal melalui defek septum.
Volume darah di paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru. Dengan demikian tekanan ventrikel kanan meningkat akibat adanya shunting dari kiri ke kanan. Hal ini akan menyebabkan resiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya hipertrophi otot ventrikel kanan sehingga akan berdampak pada peningkatan workload sehingga atrium kanan tidak dapat mengimbangi meningkatnya workload, maka terjadilah pembesaran atrium kanan untuk mengatasi resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak sempurna.
2. BRONCHOPNEMONI
Agent yang masuk kedalam bronkus menyebabkan flora endogen yang normal menjadi patogen yang kemudian masuk terus kealveoli sehingga terjadi reaksi inflamasi yang mengakibatkan ekstravasasi cairan serosa kedalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri (kuman), membran alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran O2 kedalam perialveolar kapiler dibagian paru yang terkena dan mnyebar hampir keseluruh jaringan paru dan akhirnya terjadi hipoksemi.
IV. KOMPLIKASI
1. ASD dan VSD
Endokarditis
Obtruksi pembuluh darah pulmonal (Hipertensi Pulmonal)
Aritmia
Henti jantung

2. KOARTASIO, kompliksi yang berbahaya adalah :
Perdarahan otak
Ruptur aorta
Endokarditis

3. BRONCHOPNEMONI
Abses paru
Effusi pleura
Empiema
Gagal nafas
Perikarditis
Meningitis
Atelektasis

V. GAMBARAN KLINIK
1. ASD
Pertumbuhan dan perkembangan biasa seperti tidak ada kelainan
Pada pirau kiri ke kanan sangat deras
Pada stres : cepat lelah, mengeluh dispnea, sering mendapat infeksi saluran pernafasan.
Pada palpasi : terdapat elainan ventrikel kanan hiperdinamik di parasternal kiri.
Pada auskultasi, photo thorak, EKG : jelas terlihat ada kelainan.
Ekhokardiografi : pasti ada kelainan jantung.

2. VSD (ventrikel septal defek)
Pertumbuhan terhambat
Diameter dada bertambah terlihat adanya benjolan dada kiri
Pada palpasi dan auskultasi : adanya VSD besar :
Tekanan vena pulmonalis meningkat
Penutupan katub pulmonal teraba jelas pada sela iga 3 kiri dekat sternum
Kemungkinan teraba getaran bising pada dada
Adanya tanda-tanda gagal jantung : sesak, terdapat murmur, distensi vena jugularis, udema tungkai, hepatomagali.
Diaphoresis
Tidak mau makan
Tachipnea

3. KOARTASIO AORTA
Pada bayi dapat terjadi gagal jantung
Umumnya tidak ada keluhan, biasanya ditemukan secara kebetulan
Palpasi : raba arteri radialis dan femoralis secra bersamaan
Pada arteri radialis lebih kuat
Pada arteri femoralis teraba lebih lemah
Auskultasi :
Terdengar bisng koartasio pada punggung yang merupakan bising obtruksi
Jika lumen aorta sangat menyempit terdengar bising kontinue pada aorta.

4. BRONCHO PNEMONI
Biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris beberapa hari.
Suhu tubuh naik mendadak sampai 390 – 400 c.
Kadang disertai kejang
Anak gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung.
Auskultasi : terdengar ronchi
Perkusi : untuk bronchopnemoni konfluens, ada keredupan.

VI. PENATALAKSANAAN
1. ASD (Artrial Septum Defek) :
ASD kecil (diameter
ASD besar (diameter > 5 mm s/d beberapa centimeter), perlu tindaklan pembedahan dianjurkan
Pembedahan : menutup defek dengan kateterisasi jantung
2. VSD (venrikel septal defek ) :
Pembedahan yang dilakukan untuk memperpanjang umur harapan hidup, dilakukan pada umur muda, yaitu dengan 2 cara :
Pembedahan : menutup defek dengan dijahit melalui cardiopulmonal bypass
Non pembedahan : menutup defek dengan alat melalui kateterisasi jantung

3. KOARTATIO AORTA :
Pembedahan yang dilakukan untuk mencegah obtruksi pembuluh aorta dengan dilakukan pelebaran arteri subklavia dan pangkalduktus arterious battoli yaitu dengan “ Open Heart”

4. BRONCHO PNEMONI
Obat-obatan : antibiotik, ekspektoran, antipiretik, analgesik.
Terapi oksigen dan melalui aerosol
Fisioterapi nafas dan postural drainage

VII. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan yang dilakukan ditujukan pada beberapa masalah yang sering timbul dari kelainan jantung bawaan dan broncho pnemoni
1. Bahaya terjadinya gagal jantung
2. Resiko tinggi gagal nafas
3. resiko tinggi terjadi infeksi
4. kebutuhan nutrisi
5. gangguan rasa aman dan nyaman
6. pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Daftar Pustaka

1. Ngastiyah. (1995). Pedoman Anak Sakit . editor Setiawan S.Kp. EGC. Jakarta

2. Engram.B (1994). Rencana Asuhan KeperawatanMedikal Bedah. 1th. Ed. Editor Monica ester, S.Kp. EGC. Jakarta

3. Sariadai, S.kp & Rita Yuliani, S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT. Fajar interpratama. Jakarta

Karsinoma Mediastinum

KARSINOMA MEDIASTINUM


1. Pengertian
Karsinoma mediastinum merupakan suatu kondisi dimana timbulnya hiperplasia sel-sel jaringan (tulang, penyokong) pada area tertentu (mediastinum) secara progresif dalam bentuk jaringan longgar yang menimbulkan manifestasi tumor (pembesaran) pada mediastinum.

2. Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker /karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan / sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.

3. Tanda dan Gejala
Mengeluh sesak nafas, nyeri dada unilateral, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
Sekret berlebihan
Batuk dengan atau tanpa dahak
Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
Pernafasan tidak simetris
Unilateral Flail Chest
Effusi pleura
Egophonia pada daerah sternum
Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
Wheezing unilateral/bilateral
Ronchii

4. Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami karsinoma mediastinum meliputi tindakan operatif dan konservatif. Tindakan konservatif terdiri atas :
a. Pengurangan gejala-gejala dasar, seperti penurunan gejala sesak nafas, koreksi gangguan keseimbangan gas.
b. Koreksi/perbaikan kondisi umum serta pencegahan komplikasi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit serta aktivitas merupakan langkah yang perlu iambil secara terpadu untuk meningkatkan fungsi dasar dan perbaikan kondisi umum klien.
c. Adaptasi biologis dan psikologis
d. Pengngunaan obat-obatan : Berbagai citostatika mungki digunakan dalam terapi kausatif seperti : tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperti atabrine atau penggunaan talc poudrage
e. Citostatic intra pleura :
Zat-zat yang digunakan biasanya :
Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg dalam 100 cc larutan garam.
Theothepa 20-50 mg intra pleura
Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades
Fluoro uracil dan mitomycine
f. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

5. Proses Keperawatan
Pengkajian
Identitas :
Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
Jenis kelamin : Laki-laki lebih bersesiko daripada wanita

Riwayat Masuk
Keluhan utama yang sering muncul saat masuk adalah adanya sesak nafas dan nyeri dada yang berulang tidak khas; mungkin disertai/tidak disertai dengan batuk atau batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan kunjungan ke profesional kesehatan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

Pengkajian
1. Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat/normal
2. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Obyektif : hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal unilaeral/bilateral, egophoni
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, asidosis ringan/berat

4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran
Obyektif : letargi

5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest

6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,

7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare


Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor
Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis
Tujuan :
Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :
Suara nafas paru relatif bersih
Laju nafas dalam rentang normal
Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi

Tindakan keperawatan
Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas
R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan
Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal
R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi
Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi
R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru
Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)
R : menurunkan resiko infeksi sekunder
Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks
R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
Lakukan suction secara bertahap
R : Membantu pembersihan jalan nafas
Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam
R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan

2. Defisit Volume Cairan b.d :
- Distress pernafasan
- Penurunan intake cairan
- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam, efek chemoteraphi

Karakteristik :
Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.

Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :
Intake adekuat, baik IV maupun oral
Tidak adanya letargi, muntah, diare
Suhu tubuh dalam batas normal
Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020

Intervensi Keperawatan :
Catat intake dan output, berat diapers untuk output
R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output
Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line
R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan
Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu
R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan
Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam
R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum


Diagnosa lain :

Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek radiasi/chemoterapi
Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada
Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam
Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan



Referensi :
Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Nursing Care Plans, AddisonWesley Co. Philadelphia


Photobucket